banner 728x250
Travel  

Berwisata di Kalkon, Menjamah Sungai Seribu Satu Kubur

banner 120x600
banner 468x60

Kali Konawe atau Kalkon kini telah membuka ruang interaksi kepada masyarakat luas. Dahulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membentang panjang dari hulu Latoma ini memiliki cerita mistis yang dipercaya masyarakat kultur dari turun temurun.

banner 325x300

Sore hari. Masyarakat mulai berdatangan mendatangi pesisir sungai Konaweeha, tempatnya di Kelurahan Konawe Kecamatan Konawe Kabupaten Konawe, usia tua, mudah hingga anak remaja berkumpul ramai di tepian sungai ini. Ternyata tempat ini sudah menjadi pilihan favarit untuk berekreasi keluarga di akhir pekan.

Kali Konawe atau Kalkon adalah istilah baru bagi masyarakat modern saat ini. Dahulu dikenal alakonaweeha. Dapat dikatakan daerah pesisir sungai ini kurang dijamah masyarakat luas. Hanya orang-orang tertentu saja . Paling tidak masyarakat yang bermukim menetap yang banyak memanfaatkan ruang alam tersebut. Sebut saja petani palawija, nelayan air tawar atau penggiat galian pasir.

Namun hampir tiga tahun terakhir ini berubah menjadi obyek wisata baru. Tak pernah putus dikunjungi warga. Utamanya saat liburan di akhir petang.

Selain memiliki nilai wisata alam yang indah, juga aliran sungai ini diaggap sakral dan memiliki nilai kultur yang dapat membuang sial dan penyakit.
Pemerintah setempat pun memanfaatkan sebagai lahan pendapatan asli daerah (PAD).

Masuk ke zona wisata itu terbilang murah. Paling besar uang saku yang dikeluarkan Rp. 2000 untuk biaya parkir kendaraan. Jalur masuk sejauh 200 meter dari jalan raya. Meski areal jalan masih menggunakan jalan setapak. Namun ruang gerak kendaraannya cukup leluasa. Jadi akses keluar masuk kedaraan lancar.

Tanpa berfikir panjang penulis berusaha masuk ke wisata itu. Yah, mumpung tarifnya masih murah. Dan tidak ada salah mencoba menikmati keindahan alam di waktu luang di sore itu.

Suasananya begitu alamiah. Belum ada rekayasa manusia. Semua obyek keindahannya masih kekal dengan fenomena alam itu sendiri. Masyarakat begitu ramai. Tak kalah dengan wisata pesisir di alam martim. Sebut saja pantai taipa, batu gong dan lainnya.

Bagi masyarakat, aliran sungai Kalkon yang menjadi ciri khas tersendiri. Tak kalah indah dengan pesisir laut. Jernih dan sejuk. Sehingga membuat pengunjung betah berendam dan berenang lama di dalam sungai. Apalagi saat di musim kemarau.

Di musim kemarau. Air sungai menjadi surut , nyaris memperlihatkan dasarnya. Biasanya rata-rata ketinggian air menghampiri ukuran lutut dan pinggang orang dewasa. Gerak aliran air juga melambat.

Saat itu, masyarakat lebih menikmatinya. Karena pengunjung lebih leluasa bergerak di dalam sungai. Dan lebih menguasai alam itu.

Hal yang tak kalah menarik. Pengunjungnya sangat menikmati kegiatan rutin yakni Disk Jocy (DJ) massal. Kegiatan ini yang paling banyak diincar oleh para pengunjung usia remaja. Muda-mudi menarinari dengan ala kekinian mengikuti alunan musik modifikasi modern itu.

Keramaian di Kalkon juga dimanfaatkan baik masyarakat setempat. Warga menyediakan fasilitas fila sederhana. Dengan tarif jasa tertentu. Ada pula lapak dan tenda untuk berjualan. Berbagai aneka makanan khas lokal suku setempat tersedia di Kalkon.
Pada intinya perputaran ekonomi masyarakat juga terjadi di tempat itu. Lumayan buat menambah penghasilan warga setempat.

Meski sudah banyak dikenal dan diminati masyarakat. Ternyata obyek wisata ini berlaku musiman. Mengapa?
Pemerintah kelurahan dan pihak pengelola mengatur waktu kunjungan.

Tidak sekedar memburu omset atau pendapatan. Tetapi keselamatan pengunjung menjadi prioritas utama.

“Kita membatasi tempat wisata ini. Karena pertimbangan keselamatan pengunjung. Kalau air sungai lagi pasang. Kami tidak membuka gerbang portal Kalkon. Intinya kegiatan kami tutup. Nanti sungainya lagi surut baru lagi kami umumkan,” kata Aswar, salah satu petugasnya.

Karakter Sungai Konaweeha memiliki sifat yang agresif. Pasalnya sungai ini merupakan DAS yang gelombang mengalir deras. Merupakan sungai induk yang mengalir meyuplai air di sejumlah anak sungai serta tanggul irigasi di seluruh daerah basis persawahan di Kabupaten Konawe. Karena rawan. Maka kegiatan rekreasi itu dibatasi.

Sebelum obyek wisata Kalkon dibuka umum. Ada banyak cerita tentang hikayat rakyat.
Sehingga atas dasar ini Kalkon menjadi seram. Karena terkadang aliran sungai murka dan menelan korban.

Korbannya tidak mengenal usia. Muda dan tua. Serta jumlahnya sudah tidak dapat terhitung jika dirunut dari tahun ke tahun. Penyebabnya utamanya lalai saat berakrifitas di sungai. Jasad korban tenggelam kerap ada yang ditemukan . Adapula yang hanyut. Karena tak ditemukan lagi saat pencarian. Sampai pihak keluarga merelakannya.
Tidak salah kalau masyarakat menyebutnya Kalkon adalah ‘sungai seribu satu kubur’.

Bagi masyarakat kultur yang tinggal di daerah itu. Masih dipercaya peristiwa tenggelamnya seseorang di sungai itu bukanlah peristiwa alam semata. Namun ada unsur mistik yang di dalamnya mengandung pesan sosial untuk masyarakat sekitarnya.

Bahwa kejadian itu merupakan isyarat kepada kaum manusia di darat bahwa sedang terjadi fenomena sosial yang harus segera diperbaiki. Baik dalam bentuk urusan pemerintahan. Maupun persoalan pribadi tentang perselingkuhan yang membuat keharmonisan hubungan sosial dan agama tidak seimbang. Sehingga menjadi tugas dan tanggung jawab tokoh adat dan pemerintah setempat untuk mengevaluasinya.

“Kita menyambut baik aktifitas masyarakat di Kalkon. Sudah bisa dimanfaatkan masyarakat untuk warga . Selain itu juga bisa bernilai ekonomi. Namun meski sudah terbuka umum. Kami tetap menjaga nilai kultur. Kami juga tekankan kepada pemerintah dan pengelola supaya mengawasi para pengunjung supaya menjaga norma dan etika saat berwisata. Tidak membuat gaduh, tidak berpesta miras atau menggelar seks bebas di lokasi Kalkon,” kata salah satu tokoh masyarakat, Aspin.

Intinya, terbukanya Kalkon menjadi tempat wisata rakyat juga telah membuka ruang isolasi Kalkon dari ruang mistik.namun bukan berarti masyarakat larut dan mengabaikan. Tetapi harus terus dijaga sebagai kearifan lokal yang perlu dijaga kelestarian. Dan menjadi nilai tambah dan indentitas dari wisata tersebut.
Obyek wisata berjalan tanpa mengganggu nilai kultur, etika, norma dan adat yang tersirat di dalamnya. Selamat berwisata.
(***)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.