
UNAAHA. SULTRAHEADLINE.COM. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) akan kembali mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penataan desa di Kabupaten Konawe. Akan diajukannya kembali Raperda itu lantaran dua Raperda yakni jumlah desa dan nama-nama desa di Konawe yang sebelumnya telah ditetapkan menuai kritik Kemendagri karena Raperda tersebut tidak sesuai dengan atensi yang dianjurkan Kemendagri.
Hal itu terungkap saat rapat bersama melalui vidio comprens di Rujab Sekretaris Daerah (Sekda) setempat, Selasa (16/6/2020). Rapat bersama Kemendagri dan Pemerintah Provinsi yang dipimpin Gubernur. Sedangkan di Konawe, hadir dalam rapat itu Sekda Ferdinan, Ketua Komisi I DPRD Konawe Beny Setiady didampingi Kepala BPMD Konawe Keny Yugapermana. Disaksikan sejumlah desa se-kabupaten Konawe.
Sekda Konawe , Ferdinan mengatakan, Raperda yang dimaksud masih berkaitan dengan legalitas 56 desa di Konawe yang sempat bermasalah. Sehingga dampak dari belum diundangkannya Raperda menjadi Perda itu justru menghambat realisasi pencairan dana desa. Buntutnya, kata dia, juga menghambat penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) di desa-desa yang seharusnya sudah disalurkan di masa pandemi covid 19 ini.
Ia berpendapat, bahwa problemnya disini, kata dia, Kemendagri bersama pemerintah provinsi dan kabupaten Konawe telah melakukan beberapa kali rapat-rapat untuk melahirkan solusi. Dan kesimpulannya Pemkab disarankan untuk menyusun satu Raperda tentang penataan desa yang didalamnya sudah mencantumkan, jumlah dan nama desa.
“Nah. Setelah kami menyusun satu Raperda itu. Kemudian dikonsultasikan ke Pemprov. Ternyata ada saran dari Pemprov untuk memisahkan Raperda menjadi 3 Raperda,” paparnya.
Atas dasar itu, Pemkab berkesimpulan mengikuti saran provinsi. Karena Pemkab merupakan bagian dari kebijakan provinsi. Setelah itu ditetapkan di DPRD Konawe sebagai Raperda dan diusulkan ke pemerintah pusat. Tetapi, lanjutnya, sesampainya dokumen itu justru ditolak oleh pempusat karena dianggap melalaikan hasil rapat tempo hari.
“Karena dari Kemendagri itu hanya meminta satu Raperda tentang penataan desa. Tiba-tiba saja diusulkan datang tiga,” terangnya.
Ia mengaku, sebenarnya yang menghambat proses legislasi penataan desa di Konawe itu adalah dari pihak provinsi. Karena ada oknum tertentu yang memberikan input atau masukan yang sama sekali tidak memahami tekhnis dan administrasinya.padahal yang berangkutan tidak pernah mengikuti dari awal rapat-rapat yang dilakukan bersama Kemendagri, Pemprov dan daerah.
“Tetapi oknumnya memiliki kewenangan pertimbangan teknis dan administrasi mengenai Raperda itu,. Sehingga hal ini menjadi misskomunikasi,” jelasnya.
Namun terkait dengan itu, Ferdinan mengatakan, pihaknya sudah tidak mau terlalu jauh mempersoalkan . Dan sebagai bentuk dari tindak lanjut hasil rapat itu, Pemkab akan segera mengevaluasi serta melakukan perbaikan. Karena waktu yang diberikan hanya sampai awal Juli mendatang.
“Kalau proses Raperda ini terhambat. Secara otomatis juga akan menghambat transfer dana pusat ke desa-desa,” terangnya.
Ia menambahkan, bahwa dana desa itu sangat penting untuk masyarakat. Karena meningkatnya kegiatan usaha makro ekonomi di tingkat masyarkat itu salah satunya karena adanya dana desa.
“Jadi dapat kita katakan bahwa APBD dan Dana Desa dalam implementasinya telah memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat . Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi Konawe mencapai 9,2 persen. Jauh meninggalkan daerah lainnya di Sultra. Sehingga dapat disimpulkan serapan dan realisasi dana itu terlaksana tepat sasaran sesuai dengan peruntukkannya,” jelasnya. (Putri)


















